Senin, 09 Mei 2016

Hafshah Binti Umar, Wanita Penghafal al-Qur'an al-Karim

Salah satu wanita dalam rumah Rasulullah SAW, tokoh wanita pengukir sejarah islam. Sejatinya, wanita dengan segala kelebihannya mampu berperan penting dalam perjuangan dakwah sebagaimana wanita-wanita mulia terdahulu yang telah menggoreskan tinta emas dalam sejarah islam.

Wahai putriku, jangan pernah kau tertipu oleh hal yang engkau kagumi keindahannya dan lebih dicintai oleh Rasulullah!
Demi Allah, engkau pun tahu bahwa Rasulullah tidaklah mencintaimu dan andai bukan karena aku, pastilah beliau ceraikan kamu.

DALAM BENAKNYA (UMAR) memancarkan sinar berkilau dan terang: "Akankah Rasulullah s.a.w menikahi Hafshah, putriku?" Demi Allah, itu merupakan kehormatan besar yang tidak pernah ada dalam angan, bahkan dalam pikirannya.
       Ia adalah penghafal al-Qur'an yang mulia, pandai berpuasa, rajin qiyamul lail, lagi mulia. Ummul Mukminin: Hafshah binti Umar ibn Khaththab ibn Nufail ibn Abd al-Uzza ibn Abdullah ibn Qurth ibn Razah ibn 'Adi ibn Ka'b ibn Lu'ay keturunan Quraisy. Ibunya adalah Zainab binti Mazh un. Hafshah adalah sayyidah yang mulia, seorang janda yang masih muda. Wanita yang memiliki kebugaran, kecantikan, dan ketakwaan. Hafshah binti Umar ibn Khaththab, sahabat agung yang dengannya Allah telah memuliakan Islam. Semoga Allah meridhai mereka berdua.
       Umar ibn Khaththab ikut terjun langsung ke medan Perang Badar bersama Rasulullah s.a.w. Dalam perang itu, gugurlah besar Khunais ibn Hudzafah ibn Qais ibn 'Adi as-Sahmi al-Qurasyi. Ia adalah seorang sahabat yang mengalami dua kali hijrah, ke Habasyah dan Madinah dan gugur dalam Perang Badar. Khunais meninggalkan janda muda yang bertakwa, Hafshah binti Umar. Saat itu Hafshah masih sangat belia, belum genap berusia delapan belas tahun.
       Umar ibn Khaththab merasa sangat tertekan dengan putrinya yang menjadi janda. Ia melihat keremajaan Hafshah tertutup oleh hari-hari dan terhapus dari keceriaan ketika usianya masih belia. Umar ibn Khaththab r.a. sangat berduka atas meninggalnya suami Hafshah, sahabat Muhajirin dan seorang Mujahid. Setiap kali masuk rumah dan melihat putrinya yang sedang bersedih, Umar ibn Khaththab merasa sangat iba. Setelah berfikir panjang, Umar r.a. memutuskan untuk mencari seorang suami yang akan menjadi tempat keceriaan bagi putrinya sehingga putrinya itu bisa menemukan kembali kedamaian sebagaimana ketika bersama suami yang telah dijalaninya selama enam bulan atau lebih itu.
Beberapa saat kemudian, Umar ibn Khaththab memutuskan untuk memilih Abu Bakar ash-Shiddiq r.a., orang yang paling dicintai Rasulullah s.a.w. Dengan sifat toleran, sederhana, dan teguh yang dimiliki, Abu Bakar cukup pantas untuk menjadi pelindung bagi Hafshah beserta kebesaran rasa cemburu dan keteguhan watak yang ia warisi dari sang ayah. Umar ibn Khaththab tidak merasa ragu dengan pilihan yang diilhamkan oleh Allah s.w.t. Saat itu juga, ia pun pergi menemui Abu Bakar ash-Shiddiq untuk bercerita tentang Hafshah dan cobaan yang dialaminya ketika menjadi janda. Abu Bakar ash-Shiddiq mendengar cerita Umar dengan penuh perasaan dan simpati. Karena itu, Umar r.a segera menawarkan kepada Abu Bakar untuk menikahi Hafshah. Ia yakin bahwa Abu Bakar tidak akan ragu untuk menerima wanita muda yang bertakwa, putri laki-laki yang dengannya Allah telah menjunjung Islam itu. Namun, Abu Bakar hanya terdiam dan tidak menjawab sepatah katapun. Alhasil, Umar ibn Khatab r.a pergi meninggalkan Abu Bakar dengan lunglai menghadapi kondisi yang terjadi. Ia hampir tidak percaya bahwa Abu Bakar menolak untuk menikahi Hafshah yang ditawarkan oleh ayahnya sendiri.
        Umar ibn Khatab kemudian pergi menuju kediaman Utsman ibn Affan r.a yang istrinya, Ruqayyah binti Muhammad, juga telah meninggal dunia karena menderita penyakit campak setalah kaum Mukminin mendapat kemenangan gemilang dalam Perang Badar. Umar ibn Khatab r.a bercerita mengenai keadaannya kepada Utsman ibn Affan sebelum menawarkan putrinya, Hafshah, dengan perasaan yang masih teriris oleh penolakan Abu Bakar untuk menikahi putrinya itu. Utsman meminta untuk diberi waktu dalam beberapa hari.
        Beberapa hari kemudian, Utsman mendatangi Umar dan berkata, "Saat ini aku belum ingin menikah." Duka dan kesedihan Umar semakin mendalam karena penolak Utsman r.a. sesudah penolakan Abu Bakar r.a Ia merasa tertekan karena kedua sahabatnya itu menyambutnya dengan sambutan yang seperti itu. Keduanya adalah sahabat karib yang sama-sama  mengetahui kedudukan Umar. Karena itu, Umar merasa sedih dan terpukul  kemudian pergi menghadap kepada Rasulullah s.a.w. Ia mengadukan nasibnya dan  dan bagaimana sikap Abu Bakar dan Utsman ibn Affan terhadap tawarannya. Rasulullah tersenyum kemudian bersabda, "Hafshah akan menikah dengan orang yang lebih baik dari pada Abu Bakar dan Utsman, sementara Utsman akan menikah dengan wanita  yang lebih baik daripada Hafshah." Dengan hati yang dicekam oleh perasaan kaget, Umar ibn Khatab mengulang-ulang sabda Nabi s.a.w.: "Hafshah akan menikah dengan orang yang lebih baik dari pada Utsman". Akankah Nabi menikahi putriku, Hafshah?
         Wajah Umar berubah menjadi ceria karena kehormatan besar itu.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar