Manusia dibekali nafsu birahi dengan tujuan untuk mempertahankan garis keturunannya. Islam menetapkan lembaga pernikahan sebagai media untuk menyalurkan nafsunya secara legal. Namun seolah tidak pernah berhenti, setan selalu saja menggoda manusia dengan menggelitik nafsu birahinya, sehingga sejak dulu hingga nanti hari kiamat, kasus perzinahan akan terus terjadi. Bahkan tidak jarang dari tindakan asusila tersebut melahirkan anak.
B. PERMASALAHAN
Bagaimanakah Islam memandang status anak hasil zina secara perdata?
C. DALIL - DALIL
QS. Al Isro’, ayat 32: Dan jangalah kalian dekat-dekat dengan zina, karena sesungguhnya zina itu kotor dan sejelek-jeleknya jalan. QS. An-Nur, ayat 33: Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka[1], jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu[2]. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu[3]. Nabi saw bersabda: Anak yang lahir untuk pemilik kasur (artinya, anak yang dilahirkan oleh istri seseorang atau budak wanitanya adalah miliknya), dan seorang pezina tidak punya hak pada anak hasil perzinaannya. (Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha) Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 186 Kompilasi Hukum Islam menyatakan: Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewarisi dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya.
D. PEMBAHASAN
Nasab Anak Zina. Jika seorang anak yang lahir dari
hasil zina sebelum 6 bulan masa kehamilan: Menurut Imam Malik dan Syafi’i, anak
yang lahir setelah enam bulan dari perkawinan ibu bapaknya, anak itu dapat
dinasabkan kepada bapaknya. Akan tetapi jika anak itu dilahirkan sebelum enam
bulan dari perkawinan ibu bapaknya, maka dinasabkan kepada ibunya saja, karena
diduga ibunya telah melakukan hubungan badan dengan orang lain, sedangkan batas
waktu hamil, minimal enam bulan. Artinya tidak ada hubungan kewarisan antara
anak zina dengan ayahnya. Menurut Imam Abu Hanifah, anak zina tetap dinasabkan
kepada suami ibunya tanpa mempertimbangkan waktu masa kehamilan si ibu. Hak
Waris Anak Zina. Hubungan waris mewaris antara seorang anak dengan ayahnya ada
dengan keberadaan salah satu diantara sebab-sebab pewarisan yaitu Nasab. Ketika
anak zina tidak dinasabkan secara syar’i kepada ayah biologisnya, maka konsekuensinya
adalah tidak ada waris-mewarisi diantara keduanya. Dengan demikian, anak zina
tersebut tidak bisa mendapatkan harta warisan dari orang tersebut dan
kerabatnya. Begitu juga lelaki tersebut, tidak bisa mendapatkan harta waris
dari anak hasil perbuatan zinanya. Hak Wali atas Anak Zina. Lanjutan dari
konsekuensi tidak adanya nasab antara anak hasil zina dengan ayah biologisnya,
maka jika anak hasil zina tersebut berjenis kelamin perempuan, yang menjadi
wali adalah wali hakim. Wali hakim adalah wali yang diangkat dan diberi hak
menikahkan oleh pemerintah yang dalam konteks lembaga pemerintahan di Indonesia
diwakili oleh Pegawai Kantor Urusan Agama. Hubungan Mahram Anak Zina dengan
Ayah Biologisnya. Menurut pendapat Imam Syafi’i, anak zina tidak mempunyai hubungan
nasab dengan ayah biologisnya, sehingga jika ia perempuan, ayah biologisnya
tersebut dapat menikahinya. Sedangkan menurut pendapat Abu Hanifah, anak zina
haram hukumnya untuk dinikahi oleh ayah biologisnya. Perbedaan pendapat
tersebut dikarenakan adanya perbedaan pemahaman tentang makna pernikahan.
Menurut Imam Syafi’i, “nikah” berarti akad. Sedangkan menurut Abu Hanifah,
“nikah” berarti jima’.
Jadi, kedudukan anak hasil zina?
Anak
hasil zina tidak dinasabkan kepada lelaki yang menzinai ibu anak
tersebut meskipun kita mengetahui bahwa secara hukum kauni qadari anak
zina tersebut adalah anaknya.
Reff; https://www.youtube.com/watch?v=OJjP7t-DQnU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar